Oleh: Kurnia Harli, BSN., MSN & Erviana, S.Kep.Ns., M.Kep
Peningkatan kasus baru COVID-19 pada era new normal mengalami pergeseran tren baru dari kalangan menengah atas ke kalangan menengah ke bawah. Sebagai contoh di Sulawesi Barat yang menjadi salah satu provinsi di Indonesia dengan pertambahan jumlah kasus positif COVID-19 yang signifikan. Dalam kurung waktu kurang dari sebulan, penambahan kasus positif COVID-19 hampir mencapai angka 200, dimana pada bulan Juli hanya berjumlah 119 kasus, dan di minggu kedua Agustus bertambah menjadi 299 kasus (Data per 14 Agustus 2020). Dari enam kabupaten di Sulawesi Barat, Polewali Mandar menjadi kabupaten dengan kasus COVID-19 tertinggi. Wawancara Metro TV (5 agustus 2020) dengan Andi Suaib (Jubir Covid-19 Polewali Mandar) mengatakan bahwa “1/3 dari penduduk Sulbar berada di Polewali Mandar sehingga dapat dirasionalkan jika kasus tertinggi COVID-19 berada di Polewali Mandar.”
Pada kenyataannya jumlah kasus COVID-19 tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah penduduk, provinsi Jawa Barat yang memiliki populasi terbanyak di Indonesia tidak berada di urutan pertama kasus tertinggi di negara kita. Sehingga jumlah penduduk bukan menjadi faktor utama mengapa jumlah kasus COVID-19 meningkat di suatu daerah. Kepatuhan pada penerapan protokol kesehatan yang dinilai masih rendah serta secara finansial kelompok menengah kebawah yang memiliki kemampuan yang kurang memadai untuk melindungi diri dalam hal meningkatkan daya tahan tubuh menjadi penyebab dari pergeseran trend tersebut
Pandemi COVID-19 menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat di dunia. “Being responsive citizen” menjadi krusial untuk menghadapi pandemi COVID-19 di era “New Normal” saat ini. Di era ini, setiap lini masyarakat diupayakan agar dapat kembali produktif namun tetap terhindar dari penyebaran COVID-19. Badan kesehatan dunia WHO telah memberikan persyaratan pada pemberlakuan new normal. Terdapat enam kriteria dalam proses pemberlakuan new normal menurut WHO diantaranya kasus penularan menurun, sistem kesehatan yang diperkuat, mengawasi tempat dengan potensi penularan baru, melakukan pencegahan secara masif, kasus transmisi dari luar dapat dikendalikan, dan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam penerapkan new normal.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam penanganan COVID 19, antara lain dengan memberlakukan protokol kesehatan untuk mendukung era new normal di berbagai tempat dan tatanan pemerintahan. Selain itu untuk menguatkan kebijakan tersebut Kementerian Kesehatan Indonesia (Kemenkes) dan WHO (World Health Organization) mengadakan pertemuan dengan pemangku kepentingan melalui konferensi video (VC) untuk meninjau Rencana Tanggap Operasional sektor kesehatan dalam langkah penanganan COVID-19. VC melibatkan pemangku kepentingan dari Kementerian Kesehatan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sekretaris Kabinet, Badan Perencanaan Nasional, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, angkatan bersenjata, asosiasi profesi dan mitra internasional lainnya termasuk UNICEF, UN- OCHA, IFRC, WFP dan ILO. Dalam pertemuan tersebut, ditegaskan kembali bagaimana Operational Response Plan COVID-19 harus secara aktif melibatkan pemerintah, akademisi, komunitas, bisnis dan pelaku media untuk mencapai pendekatan masyarakat yang menyeluruh dalam upaya penanggulangan COVID-19.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat yang “responsive” dan terdampak COVID-19 yang penting dilakukan adalah dengan turut mendukung setiap langkah pemerintah menghadapi COVID-19 dan juga mematuhi setiap protokol kesehatan yang telah diberlakukan. Hal sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan disiplin menerapkan pencegahan COVID-19, diantaranya wajib pakai masker dengan benar saat bertemu siapapun dan dimanapun, rajin mencuci tangan, menerapkan protokol VDJ (Ventilasi; jauhi ruang tertutup dengan sirkulasi udara buruk, Durasi ; atur durasi tatap muka maksimal 15 menit, Jarak ; jaga jarak 2 meter dengan orang lain) serta mengkonsumsi makanan yang seimbang untuk menjaga sistem imun.